Fenomena Antariksa
|
May 28, 2017
Sudah beribu ribu tahun
manusia tinggal dan hidup dibumi dengan selalu dinaungi langit. Di langit yang
cerah kita dapat melihat benda-benda langit berupa planet, matahari, bulan,
bintang, meteor dan pada waktu-waktu tertentu meteor. Kemunculan benda-benda
langit dan berbagai fenomena alam lainnya yang berulang secara teratur,
menyebabkan kita dapat mengenal dimensiwaktu. Selanjutnya dimensi waktu ini
menjadi penting sekali dalam pengamatan fenomena alam secara umum.
Astronomi ialah
cabang ilmu alam yang melibatkan pengamatan benda-benda langit (seperti halnya bintang, planet, komet,nebula, gugus
bintang, atau galaksi) serta fenomena-fenomena alam yang terjadi di luar atmosfer Bumi (misalnya radiasi latar belakang kosmik (radiasi CMB). Ilmu ini secara pokok
mempelajari pelbagai sisi dari benda-benda langit — seperti asal-usul, sifat fisika/kimia, meteorologi,
dan gerak — dan bagaimana pengetahuan akan
benda-benda tersebut menjelaskanpembentukan
dan perkembangan alam semesta.
6 Januari 2017, Astronom Klaim
Temukan Sumber Suara Misterius dari Antariksa
Jakarta,
CNN Indonesia -- Hingga kini keberadaan makhluk asing seperti alien di luar
angkasa masih sukar dibuktikan. Namun, para astronom seringkali menangkap
sinyal radio misterius dari antariksa. Belakangan, mereka mengklaim telah
menemukan sumbernya. Benarkah dari alien?
Fenomena
astrofisika bernama fast radio burst (FRB) memiliki arti di mana ada suara
seperti sinyal radio berenergi tinggi yang hanya terjadi dalam hitungan
milidetik. FRB selama ini dipercaya berasal dari luar Bimasakti.
Sejauh
ini FRB terdengar baru sebanyak 18 kali sejak pertama ditemukan pada 2007 dan
masih menjadi teka-teki para ilmuwan.
Tak
ada yang tahu asal pastinya atau kira-kira apa yang memicu suara radio tersebut
bisa keluar. Selama ini ilmuwan terus berspekulasi, apakah dari bintang
raksasa, materi ilmiah yang 'dimuntahkan' lubang hitam, hingga dugaan alien.
Tercatat
FRB pertama yang ditemukan kala itu menggunakan teleskop Parkes di Australia.
Setelah itu 17 lainnya turut menggoda ilmuwan. Namun, hanya satu di antaranya
yang kerap terdengar berulang kali. Tim astronom menggunakan teleskop radio
multi antena Very Large Array (VLA) yang dioperasikan oleh US National Science
Foundation.
Mengutip
situs Independent, tim astronom menyimpulkan bahwa bunyi misterius itu berasal
dari galaksi kerdil nan redup yang jaraknya sangat jauh dari Bumi, yakni lebih
dari tiga miliar tahun cahaya.
Bunyi
misterius itu kemudian dinamakan FRB 121102.
"Sebelum
kami tahu jarak FRB mana pun, sejumlah penjelasan mengenai asal-usul mereka
mengatakan bahwa bunyi misterius seperti ini bisa saja datang dari area yang
masih di dalam Bimasakti kita. Kami kini sudah membuat penjelasan sendiri,
setidaknya untuk FRB 121102," ujar Shriharsh Tendulkar, salah satu anggota
ilmuwan dari McGill University, Montreal, Kanada.
Lebih
lanjut, tim astronom juga meyakini, bunyi FRB 121102 ini ditemani oleh emisi
radio yang cenderung lemah namun gigih karena bunyinya kerap terjadi secara
berulang.
Sayangnya
tim astronom belum bisa menentukan apa yang memproduksi bunyi radio misterius
tersebut.
Mereka
hanya bisa menduga, ia berasal dari bintang bermuatan neutron dengan kutub
magnetik kuat yang dikelilingi oleh puing-puing ledakan bintang lainnya.
"Menemukan
galaksi induk dari FRB satu ini serta mengungkap jaraknya, adalah langkah
besar. Tapi kami masih punya banyak hal yang harus dilakukan sebelum sepenuhnya
paham ini adalah makhluk apa," imbuh astronom Shami Chatterjee dari
Cornell University.
Penelitian
mengenai temuan FRB 121102 ini telah diperkenalkan di ajang tahunan American
Astronomical Society di Grapevine, Texas, Amerika Serikat.
8 April 2017, Oposisi Jupiter
Opsisi
Jupiter merupakan peristiwa ketika Matahari-Bumi-Jupiter berada satu garis
lurus di bidang Tata Surya. Dengan begitu, peristiwa ini juga menandai jarak
terdekat antara Bumi dengan Jupiter, dan membuat Jupiter berada di posisi yang
baik untuk diobservasi.
Dari
Indonesia, Jupiter akan terlihat dari pukul 18:22 WIB hingga keesokan hari
pukul 05:26 WIB. Planet termasif di Tata Surya ini akan mencapai titik
tertinggi di langit pada pukul 23:52 WIB, yakni di ketinggian 89° di atas
horizon timur laut.
Planet
ini bisa diamati dengan mata telanjang bagai bintang kuning yang terang. Bagi
Anda yang punya teleskop, Anda akan melihat diameter sudut Jupiter yang lebih
besar beserta munculnya empat satelit alami besar miliknya; Io, Kalisto,
Ganimede, dan Europa.
20 April 2017, Hujan Meteor Lyrid
dan Pi Hiasi Langit
Hujan
meteor tahunan yang satu ini sudah mulai beratraksi di langit malam sejak
tanggal 16 April dan berakhir tanggal 25 April, beberapa hari setelah malam
puncaknya. Tanggal 22-23 April akan jadi
malam puncak bagi atraksi lintasan-lintasan bintang jatuh yang tampak datang
dari rasi Lyra, konstelasi berbentuk alat musik petik.
Hujan
meteor Lyrid terjadi ketika Bumi melintasi sisa puing komet C/1861 G1 Thatcher.
Saat pertama kali diamati dari Bumi sekitar 2600 tahun lalu, hujan meteor Lyrid
pernah mencapai puncak dengan laju 100 meteor per jam. Akan tetapi, laju hujan
meteor Lyrid semakin semakin menurun dan kini yang bisa dilihat hanya berkisar
10-20 meteor per jam saat hujan Meteor Lyrid berlangsung.
Meskipun
malam puncak diperkirakan tanggal 22 – 23 April, hujan meteor Lyrid bisa
berlangsung cukup intens dengan laju rata-rata 18 – 23 meteor per jam selama 3
hari.
Bagi
pengamat di Bumi, waktu terbaik untuk menikmati Hujan Meteor Lyrid adalah
tengah malam sampai jelang fajar.
Meskipun demikian rasi Lyra yang menjadi arah datang hujan meteor Lyrid
akan terbit pukul 22:00 WIB. Di Indonesia, rasi Lyra bisa dilihat di area timur
laut.
Untuk
bisa menemukan hujan meteor Lyrid, arahkan pandangan ke langit, tepatnya ke
arah timur laut dan carilah segitiga musim panas (Vega, Deneb & Altair).
Deneb adalah bintang paling cerlang pada rasi Cygnus, Altair pada rasi Aquila
dan pusatkan perhatian Vega, bintang paling terang pada rasi Lyra. Dari arah
rasi Lyra inilah akan tampak berkas sinar berseliweran dengan cepat. Itulah
hujan meteor Lyrid.
Untuk
menemukan Hujan Meteor Pi Puppid, arahkan pandangan ke rasi Puppis yang berada
tak jauh dari rasi Canis Mayor. Dari rasi Puppis yang berbentuk dek kapal
inilah, akan tampak hujan meteor Pi Puppid yang berasal dari sisa debu yang
terlontar Komet 26P Grigg-Skjellerup.
4 Mei 2017, Duet Merkurius dan
Venus Jelang Fajar
Merkurius
& Venus. Dua planet dalam ini akan berduet sebelum fajar menyingsing di
langit timur. Di awal bulan Mei, Merkurius masih cukup rendah di ufuk. Akan
tetapi, bersama Venus, keduanya kemudian menanjak naik di langit menuju titik
elongasi barat maksimumnya sebelum kemudian secara perlahan-lahan kembali
menuju Matahari.
Merkurius
mencapai titik elongasi maksimumnya pada tanggal 18 Mei. Setelah itu, planet
Merkurius akan tampak semakin rendah di langit sebelum kemudian menghilang
dalam cahaya Matahari. Venus, si bintang kejora akan tetap menanjak naik di
langit di sepanjang bulan Mei. Keduanya juga akan berpasangan dengan Bulan
sabit tua. Merkurius akan berkonjungsi dengan Bulan tanggal 24 Mei, sedangkan
Venus akan berpasangan dengan Bulan pada tanggal 23 Mei. Kedua planet ini bisa
ditemukan di rasi Pisces. Di penghujung bulan Mei, planet Merkurius akan hijrah
ke rasi Aries
6 Mei 2017, Hujan Meteor Eta
Aquarid
Dimulai
tanggal 19 April – 28 Mei, hujan meteor Eta Aquarid akan mencapai puncak
tanggal 6 Mei pukul 03.00 dini hari. Hujan meteor yang berasal dari sisa komet
Halley dan tampak tampak datang dari rasi Aquarius. Hujan meteor Eta Aquariid
bisa diamati setelah lewat tengah malam sampai jelang fajar, setelah rasi
Aquarius terbit sekitar pukul 01:30 dini hari.
Bulan
sabit yang baru saja melewati fase seperempat awal, terbenam pukul 01:38 WIB
bertepatan dengan rasi Aquarius yang baru saja terbit dan bergerak makin tinggi
menjauhi horison. Jadi pengamat bisa menikmati hujan meteor Eta Aquarid tanpa
gangguan cahaya Bulan. Di malam puncak, pengamat bisa melihat 40 meteor setiap
jam dengan kecepatan 66,9 km/detik.
15 Juni 2017, Oposisi Saturnus
Sama
seperti Jupiter, karena Saturnus adalah planet luar, maka oposisi bisa terjadi
setiap tahunnya. Di tahun 2017, oposisi Saturnus, atau ketika
Matahari-Bumi-Saturnus berada dalam satu garis lurus akan terjadi tanggal 15
Juni.
Sang
planet bercincin ini akan berada di jarak terdekat dengan Bumi dan wajahnya
akan sepenuhnya diterangi oleh Matahari jika diamati dari Bumi. Dengan begitu,
kenampakannya akan lebih terang, paling terang di tahun 2017.
Planet
Saturnus yang beroposisi pada tanggal ini bisa diamati di seluruh Indonesia
dengan mata telanjang. Sayangnya, untuk melihat cincinnya beserta
satelit-satelit alami besarnya, kita membutuhkan teleskop.
21 Juni 2017, Solstis Juni
Titik
balik Matahari Juni atau solstis Juni bakal terjadi pada pukul 11:24 WIB di
tanggal ini. Solstis Juni menandai peristiwa ketika kutub utara Bumi yang akan
lebih condong ke arah Matahari. Ini juga adalah hari pertama musim panas
(summer solstice) di belahan Bumi utara dan hari pertama musim dingin (winter
solstice) di belahan Bumi selatan.
Setelah
Eta Aquarid pada 6-7 Mei, hujan meteor yang masih bertitik radian di rasi
bintang Aquarius selanjutnya adalah Delta Aquarid. Hujan meteor ini terjadi
pada rentang tanggal 12 Juli hingga 23 Agustus, namun puncaknya terjadi pada
malam 28 Juli hingga dini hari 29 Juli.
Jika
Anda mengamati di lokasi pengamatan yang gelap dan bebas polusi, diperkirakan
akan ada 20 meteor per jam. Peristiwa hujan meteor ini dapat disaksikan di
seluruh Indonesia dengan mata telanjang.
7-8 Agustus 2017: Gerhana Bulan
Parsial
Sebuah
peristiwa gerhana Bulan parsial akan terjadi pada 7-8 Agustus 2017. Gerhana ini
terjadi ketika sebagian wajah Bulan melewati bayangan umbra Bumi, sehingga akan
tampak tergigit. Gerhana ini akan terlihat jelas di sebagian besar Afrika
bagian timur, Asia Tengah, Samudera Hindia, dan Australia.
Dan
bahagianya kita, Indonesia kebagian untuk melihat peristiwa gerhana Bulan
parsial ini! Gerhana akan dimulai ketika Bulan memasuki bayangan penumbra Bumi,
yakni pukul 22:50 WIB (7 Agustus). Puncak gerhana sendiri akan terjadi pada
pukul 01:20 WIB (8 Agustus). Selanjutnya, gerhana akan berakhir pukul 03:50 WIB
(8 Agustus). Puncak gerhana berlangsung selama 1 jam 55 menit.
12-13 Agustus 2017: Hujan Meteor
Perseid
Hujan
meteor Perseid adalah salah satu hujan meteor terbaik untuk diamati. Bagaimana
tidak, pada puncaknya, Perseid dapat memproduksi hingga 60 meteor per jam.
Meteor-meteor yang melesat pada hujan meteor ini dihasilkan oleh debu komet
Swift-Tuttle yang ditemukan pada 1862.
Setiap
tahunnya, Perseid terjadi pada rentang tanggal 17 Juli hingga 24 Agustus, dan
puncaknya terjadi pada malam 12 Agustus hingga dini hari 13 Agustus. Sayangnya,
di tahun 2017 hujan meteor Perseid bertepatan dengan fase Bulan bungkuk,
sehingga cahaya Bulan yang terang dapat meredupkan meteor-meteor kecil.
21 Agustus 2017: Gerhana Matahari
Total
Sebuah
peristiwa gerhana Matahari total -- ya, peristiwa yang sama seperti yang
terjadi pada 9 Maret 2016 -- akan terjadi lagi pada 21 Agustus 2017. Tapi kali
ini bukan Indonesia yang menjadi "tuan rumah"-nya, melainkan giliran
Amerika Serikat.
Seluruh
warga di AS dapat bersuka cita, sebab untuk dataran hanya wilayah AS lah yang
dilalui jalur gerhana total. Jalur totalitas akan dimulai di Samudra Pasifik
dan akan melalui perjalanan panjang ke pusat wilayah AS.
Sumber:
No comments:
Post a Comment